Café khayalan (14)

kembali ke daftar isi

Martin megarahkan motornya ke Jakarta timur, pikirnya disitu ada kafe yang bagus dan murah, setengah jam mereka didalam mobil menikmati perjalanan sambil ngobrol,

“Kok jauh amat, mang ada di daerah mana?”tanya Cu Wei.

“Daerah Jakarta timur.”kata Martin.

Jakarta timur sudah lewat, sekarang ini Jakarta selatan.”

“Eeee….”Martin bingung cari alasan,”Tadi tutup café-nya, kita cari di Jakarta selatan saja”

Martin langsung cari-cari café didaereh Jakarta selatan, tapi tak satupun Martin temukan, karena sesungguhnya Martin gak tau apa itu café. Dia tau kata itu saat liat telefisi di asrama.

“Masih jauh ya?”tanya Cu Wei.

“Deket kok?”

“Daerah mana lagi Jakarta selatan.”

“Ih.. ini kan sudah sampai tangerang.”Cu Wei jengkel.

“Waduuh…”Martin bingung lagi,”Tadi di gusur, kita nikmati saja perjalanan ini.”

“Baiklah.”

Tak disangka nyari café sampai empat jam, dari Jakarta utara akhirnya sampai di daerah bekasi, dengan melewati Jakarta utara, Jakarta selatan, Tangerang.

“Nah ini café favoritku.”kata Martin sambil keluar untuk membukakan pintu Cu Wei.

Gleek.. Martin membuka pintu mobil dan Bruuuk…. Cu Wei terjatuh dari mobil karena dia sedang tidur bersandar pintu.

“Waduuuh…”kata Martin.

“Kamu sengaja ya!!”bentak Cu Wei sambil berusaha berdiri.

~~

Setelah itu mereka memasuki café tersebut sambil menenteng kunci tengkorak. Mereda dapat perhatian yang luar biasa dari para tamu karena gantungan kunci tersebut, malah ada yang pingsan seketika. Kemudian Mereka mendapat tempat duduk di tengah ruangan, karena semuanya sudah penuh. Tak lama pelayan datang untuk menawarkan hidangannya.

“Mau pesan apa?’kata pelayan.

“Kamu mau apa Wei?”tanya Martin karena tak tau apa yang harus dipesan sambil menaruh kunci tengkorak diatas meja.

Pelayan yang melihat gantungan tersebut menjadi ngeri dan ngira kalau Martin dan Cu Wei adalah pembunuh bayaran.

“Cappucino dengan sedikit taburan Choco granule.”kata Cu Wei.

“Sama dong kita, aku juga biasanya pesan Sapu cino dengan sedikit taburan Bakso grandul.”kata Martin.

Pelayan dan Cu Wei tertawa, sekaligus ngrubah perkiraan pelayan dari pembunuh bayaran menjadi actor comedian.

“Kenapa?”tanya Martin.

“Maaf, Itu gak ada mas.”kata pelayan sambil tertawa kecil.

“Payah, café sebesar dan serame ini masak gak komplit, kalau gitu aku pesan Es teh saja.”kata Martin.

“Tambah apa lagi?”tanya pelayan.

“Bistik.”kata Cu Wei.

“Biscuit.”kata Martin yang ngikutin Cu Wei tapi kepleset dikit,”Dah itu saja.”

Kemudian Pelayan pergi untuk mengambil pesanan, sedangkan Cu Wei masih tertawa kecil didepannya.

“Kenapa Wei?”tanya Martin.

“Ni café, bukan tenda biru Mas.”kata Cu Wei.

Hidangan pun datang, dan diletakkan didepan mereka.

“Wah kelihatannya enak nih…”kata Cu Wei sambil mengambil pisau dan garpu.

“Wah kelihatannya dasyat nih…”kata Martin gembira setelah melihat hidangannya yang hanya es teh dan sepiring biscuit kelapa, padahal dalam hatinya kecewa karena hidangannya tak sama dengan Cu Wei.

Cu Wei menyantap hidangannya dengan penuh kenikmatan sedangkan Martin makan satu biscuit menghabiskan waktu lima menit. Disaat asik makan Martin bertanya kepada Cu Wei,

“Kenapa kamu mau kencan sama aku?”

Cu Wei meletakkan garpu dan pisaunya sambil tetep mengunyah daging bistik yang masih ada di mulutnya,

“Aku suka kamu,…” kata Cu Wei sambil menatap mata Martin.

“Suka?, .. kenapa?”

“Karena kamu itu lucu dan aneh, baru pertama aku menemui cowo’ sepertimu.”

“Trima kasih,..”Martin tersenyum malu,”Apakah suka sama dengan cinta?”

“Ya beda, tapi dikit…”

Martin menunduk, dia kecewa karena Cu Wei hanya suka saja. Tetapi dalam hatinya merasa senang karena masih ada harapan.

Enam biscuit habis atau setengah jam berlalu, Cu Wei telah menghabiskan makanannya tanpa sisa sedangkan Martin masih banyak. Kemudian Martin memanggil pelayan untuk membayar makanan.

“Semuanya berapa?”

“Seratus lima puluh lima ribu seratus ratus lima puluh lima rupiah.”kata pelayan sambil menyerahkan nota.

“Bentar ya…”Martin merogoh kantongannya,

Satu biscuit,

Dua biscuit,

Sampai tiga biscuit Martin masih merogoh kantongannya,

Ada apa?”tanya Cu Wei pelan.

“Uangnya ketinggalan.”kata Martin sambil menunjukan dompetnya yang kosong.

“Uang ketinggalan atau gak punya duit.”kata Cu Wei,”Terus gimana ini, aku juga belum bayaran.”Cu Wei panic.

“Tenang aku bawa sesuatu yang paling berharga.”kata Martin menenangkan Cu Wei.

“Apa?”

Martin merogoh kantongannya lagi, lalu mengeluarkan sesuatu,

“Jrenggg….”Martin memberi kejutan,”Spon cuci dan sebungkus Sunlight.”

“Maksud lo…”Cu Wei heran.

“Kita akan cuci piring ria.”Martin semangat.

Cu Wei yang baru pertama kali mengalami hal kayak gitu menjadi sedikit syok. Kemudian Martin memberi tahukan apa yang terjadi kepada pelayan tersebut.

“Sebagai hukumannya kami mau cuci semua piring yang ada disini.”Martin menawarkan jasanya sedangkan Persi memegangi kepalanya yang terasa mau pecah.

“Maaf, di kafe kami hukumannya tidak begitu.”

“Lalu?”Martin panic, spon dan sabun cucinya mubadzir sedangkan Cu Wei semakin erat memegangi kepalanya.

“Satpaaam!!!”teriak pelayan tersebut.

Martin dan Cu Wei diseret menuju suatu ruang oleh satpam. Ruangan yang kosong dan sempit didalamnya hanya ada satu bangku dan satu kursi. Lalu mereka didudukkan disebuah bangku, kemudian satpam yang menyeretnya pergi keluar dari ruangan tersebut.

Cu Wei terlihat sangat takut sedangkan Martin enjoy-enjoy saja, mungkin Martin sudah sering gak bayar kayak gini.

“Jangan takut, ni memang cobaan hidup.”kata Martin untuk menenangkan Cu Wei.

“Cobaan Kepalalo…”Cu Wei marah dengan kaki yang gemetar,”Ni jelas-jelas karena salah lo…”

“Kalau gitu kita nikmatin saja, toh kan pasti juga berlalu.”kata Martin,”Ni pelajaran bagi hidup kita.”

“Ok…. Aku akan coba untuk menikmatinya.”kata Cu Wei sambil menarik napas dalam-dalam. Kemudian Cu Wei sudah tidak terlihat takut lagi.

“Nah gitu dong, itu baru Cu Wei.”kata Martin.

~~

Tak lama kemudian masuklah satu orang memakai jas warna putih dan satu satpam. Kemudian orang tersebut duduk dikursi sedangkan satpam berdiri disampingnya sambil memegangi tongkat.

“Nama kalian siapa?”kata jas putih sambil membawa buku kecil untuk mencatat.

“Martin.”

“Nama yang keren.”kata jas putih sambil mencatat,”Panjangnya?”

“Paijo Dwimartini.”kata Martin malu.

“Kok kampungan…”ejek jas putih,”Lalu kamu Neng?”

“Cu Wei Kwok.”sambil memegang erat tangan Martin.

Setelah menanyai nama tersebut, satpam kembali menyeret mereka berdua keluar dari ruangan.

“Kita mau dibawa kemana?”tanya Cu Wei kepada satpam.

“Kalian akan kami bawa ke halaman belakang.”

Setelah sampai dihalaman belakang mereka berdua dikunci kedalam sel tahanan yang mirip dipenjara. Arah depan tampak jeruji sedangkan samping, belakang, atas dan bawah tembok. Ditembok-tembok banyak sekali oret-oretan yang menunjukan bahwa sel ini sudah banyak dihuni oleh orang-orang yang uangnya ketinggalan.

“Kalian akan dikeluarkan sampai ada dari pihak kalian yang melunasi semua tagihan.”kata satpam.

“Lalu gimana cara memberitahukannya?”tanya Martin sambil memegagi jeruji tahanan.

“Di telpun.”kata satpam lalu pergi meninggalkan mereka.

Martin langsung mengambil Hpnya lalu menelpun Surya. Setelah tersembung Martin menyuruh Surya untuk menjemputnya sambil membawa uang duaratus ribu rupiah.

~~

Hari sudah sore dan menjelang malam, Cu Wei dari tadi duduk termenung dipojok sedangkan Martin mondar –mandir didepan Cu Wei.

“Tin…”kata Cu Wei.

“Apa?”Martin berhenti lalu melihat Cu Wei yang duduk dipojok.

Tiba-tiba Cu Wei berdiri dan mendekati Martin lalu memeluknya dengan erat.

“Aku takut…”kata Cu Wei yang semakin erat dekapannya.

“Tenang aku akan selalu menjagamu.”kata Martin sambil membelai rambut Cu Wei.

“Sungguh..”Cu Wei merenggangkan pelukkanya lalu menatap wajah Martin.

“Sungguh, aku berani bersumpah…’

Tak disangka Cu Wei langsung melumat bibir Martin, pelukannya pun semakin kencang. Martin mengimbanginya dengan ikut melumat bibir Cu Wei. Kemudian mereka berpelukan kembali.

“Aku merasa tenang bersamamu.”kata Cu Wei.

“Aku juga..”kata Martin sambil membelai kembali rambut Cu Wei.

Kemudian mereka berdua duduk dipojok sel, berdekatan, lalu Cu Wei menyandarkan kepalanya di pundak Martin.

“Walau aku akan dipenjara dipenjara seumur hidup, aku akan rela asalkan bersamamu.”kata Martin.

“Ahh.. Gombal..”kata Cu Wei.

Martin kambali membelai rambut Cu Wei, lalu terdiam sesaat,

“Bolehkah aku bertanya kepadamu?”

“Tentang apa?”

Martin terdiam, keriang dingin pun keluar,

“Mau kah kau mendampingiku?

Sebelum Cu Wei menjawab pertanyaan tersebut, Surya datang bersama satpam, lalu membukakan kunci pintu sel tersebut.

“Kalian sudah bebas.”kata satpam.

Kemudian mereka semua berjalan menuju tempat parkir. Setelah sampai Martin lalu mengembalikan kunci mobil milik Cu Wei sambil berkata,

“Jawabanmu akan ku tunggu setiap saat.”

Kemudian Martin dan Surya menaiki motornya sedangkan Cu Wei menaiki mobilnya seorang diri. Sebelum mereka berpisah jauh Martin meneriaakkan sesuatu kepada Cu Wei.

“INGATT AGEEEN 0007….”

“OOOKEEE…..”jawab Cu Wei sambil menggeber mobilnya.

kembali ke daftar isi

2 komentar:

  1. sebenarnya ini gk lucu.. tapi keren !!!!!!!!!!!! aku sukaa.. emang gk lucu , tapi ceeritanya seru abiss.. lanjutin bangg

    BalasHapus