Setelah tiga jam perjalanan, akhirnya rombongan mobil kencana yang diiringi puluhan sapi sampai di kantor polisi. Kantor Polisi yang berada disamping jalan raya itu seketika berubah jadi rame dikerumuni banyak orang. Mereka datang untuk melihat arak-arakan itu, malah ada orang yang mengikuti mobil kencana sejak dari turun bukit.
Jalan raya jadi macet, keadaannya seperti ada konser Dewi Persik versus LinkingPart, walaupun banyak ranjau darat(Tai sapi) tapi susana tetep rame. Para Polisi yang berada dalam kantor segera keluar untuk melihat kejadian yang jarang terjadi ini.
Dengan gagah berani orang hitam menunjukan expresinya di depan kalayak orang banyak.
“Haloooo….!!”teriak orang hitam sambil melambaikan tanganya ke semua penonton dan penonton pun membalas “Huuuuu…!”. Setelah puas menyapa lalu orang hitam loncat dari mobil sambil menyopot topinya. Topi pun dibalik, segera orang hitam tadi mengatungkan topinya ke penonton untuk minta uang.
Berbeda dengan Polisi Bertopi. Polisi bertopi mengeluarkan Pak Kades dari mobil dengan bangga, kerena itu termasuk tugas yang berhasil dari beribu-ribu tugas yang gagal. Dulu pernah diperintah untuk nangkep maling mobil tapi yang ditangkep Pak Camat, lalu diperintah nangkep maling motor tapi yang ditangkep Pak Lurah. Tidak semua karir Polisi Bertopi jelek nyatanya dulu diperintah nangkep maling ayam tapi yang tertangkap malah maling pesawat terbang.
Disaat Polisi Bertopi dan orang hitam beraksi, penonton bersorak gembira. Lalu sorakan penonton terhenti saat Polisi Gendut dan Kurus keluar dari mobil sambil menggendong Si-Sopir yang berlumuran darah.
Tiba-tiba, Si-Sopir bangun dari gendongan, dengan muka yang mengerikan dia teriak,”AKUU MASIIH HIIDUPP….!”
Karena teriakan itulah suasana yang tadi rame jadi tenang akhirnya ilang.
Atas kejadian itu orang hitam terlihat kecewa karena di topinya hanya ada uang dau ribu perak.
Ambulan pun segera dipanggil untuk membawa Si-Sopir ke rumah sakit.
“Kenapa dibawa kerumah sakit?”Tanya orang hitam.”Kok g dibawa kerumah sehat saja??”
Semua diam tak mau jawab.
~~
Pak Kades pun dibawa masuk ke kantor Polisi. Borgol yang masih mengikat kuat dipergelanganya membuat dia pasrah. Pak Kades dibawa ke suatu meja oleh Polisi bertopi diikuti para Polisi yang lain.
Pak Kades duduk disebuah kursi dan dikelilingi berpuluh Polisi. Keadaan itu membuat perasaannya kacau dan takut. Polisi Bertopi duduk didepan Pak Kades, Polisi Bertopi pun ikut heran, kenapa semua Polisi berkumpul disini.
“Semua yang tek berkepentingan minggir…!”teriak Polisi Bertopi yang nama aslinya Pak Bandrio.
Teriakan tadi tak mengubah keadaan.
“Maaf pak, ijinkan kami menontonnya. Kami belum pernah liat seseorang diinterogasi.”kata dari salah satu Polisi yang ikut mengelilingi Pak Kades dan Pak Bandrio.
“Ok, asalkan kalian jangan ganggu…”
“SIIAPP PAKK…!”teriak puluhan Polisi.
Karena Pak Bandrio dan Pak Kades berada ditengah kerumunan, maka teriakakan puluhan Polisi tadi cukup untuk memecahkan kuping mereka.
“DIIIAMMM….!”teriak Pak Bandrio untuk menghentikan teriakan puluhan Polisi, sedangkan Pak Kades diam saja walaupun kupingnya hampir pecah karena tau kalau dia tak punya hak untuk bicara.
Puluhan Polisi tadi barteriak kembali, malah lebih keras dan panjang.
“SIIAPP PAKK,,, KAMI AKAAN DIIAM….!”
Kuping Pak Bandrio dan Pak Kades serasa meledak. Setelah puluhan Polisi diam, Polisi bertopi berkata kembali dengan suara pelan dan memelas.
“Kalau ngomong pelan saja ya…”kata Pak Bandrio seperti mendongengkan anak bayi.”Kuping saya hampir pecah….”
“Baaiiiik paak, maafff kaan kaamii….”puluhan Polisi berkata pelan dan lambat, mungkin membutuhkan waktu
“BAGUS!!!”teriak Pak Bandrio untuk mengembalikan kewibawaanyan.
“TERIMAA KASIH PAAAK….!!”teriak kembali puluhan Polisi tadi, seakan tak bersalah.
Karena kupingnya kembali disakiti, Pak Bandrio pun marah.
“PERGIIII…..!!!”Pak Bandrio teriak sambil mengangkat senjata ke atas.
Spontan puluhan Polisi tadi lari tunggang langgang. Suasana pun menjadi sepi, disitu hanya tinggal Pak Bandrio sama Pak Kades. Kuping mereka berdenging dan sedikit budek akibat kejadian tadi.
Interogasi dimulai dengan kuping budek di masing-masing kubu.
“Nama lengkap Bapak?”Tanya Pak Bandrio.
“Sembilan belas Agustus 1956.”jawab Pak Kades.
“David Murairo…, nama yang keren.”Pak Bandrio mangguk-mangguk.”Kemudian Tanggal lahir Bapak?”
“Husain bin Witomo.”
“Masih muda ya pak,…”Pak Bandrio mangguk-mangguk lagi.
Interogasi kuping budek terhenti setelah salah satu Polisi lain mendengar perbincangan mereka. Polisi tadi menghampiri lalu menyadarkan Pak Bandrio. Akhirnya interogasi ditunda esok hari hingga kedua kubu sehat wal afiat.
~~
Hari berganti dengan cepat, Pak Bandrio kembali mengintrogasi Pak Kades. Keduanya duduk berdua didalam ruangan kecil yang hanya terdapat satu meja dan dua kursi. Bolam 10 watt yang berada di tengah ruangan cukup untuk menerangi ruangan tersebut.
Setelah Pak Bandrio menyapa, introgasi pun dimulai.
“Apakah bapak yang mengambil Matuka dari kuil?”
“Tidak pak… yakin sumpah.. saya tak mungkin melakukan hal tercela tersebut…bla.bla..bla.!” Pak Kades mengelak tuduhan tersebut dan berusaha meyakinkan Pak Bandrio. Banyak peribahasa yang keluar dari mulut Pak Kades untuk meenghiperbolakan pembelaannya, seperti Upil sudah menjadi bubur, Muda liat matuka Tua nyuri matuka Mati akibat Matuka.
Lidah Pak Kades memang licin, dia berusaha membuat Pak Bandrio mempercayainya.
Sepuluh menit berlalu, tapi tak ada kata pengakuan bersalah dari Pak Kades.
Pak Bandrio akhirnya memakai cara lain untuk mengintrogasi Pak Kades.
Plooook….bunyi tepukan tangan Pak Bandrio. Tak lama kemudian muncul tiga cewek sexi yang berakaian ketat dan didukung dengan bodi yang montok masuk ruangan sempit tersebut..Ketiganya tadi bernama Sisi, Feli dan Umi.
Sisi datang sambil membawa anggur yang masing bertangkai, lalu duduk di paha kanan Pak Kades. Feli membawa segelas bir dan duduk di paha kiri Pak Kades. Sedangkan Umi hanya membawa sebotol kecil minyak gosok, lalu berdiri di belakang Pak Kades.
Tiba-tiba muka Pak Kades memerah, dia pun serasa terbang dari neraka ke surga. Spontan kedua tangannya diletakan di atas pundak Sisi dan Feli.
Sisi mulai menyuapi anggur dan Feli merayu Pak Kades untuk meminum bir, sedangkan si-Umi memijat pundak Pak Kades dengan minyak gosoknya.
“Ayo tampan,, makan dong anggurnya?”suara Sisi sedikit mendesah.
“Icipi juga dong Birnya, ini buatan Feli sendiri looo…”suara Feli yang ikut mendesah
“uhhh….oohh…..uh…..”Umi mendesah-desah keras sambil memujat pundak Pak Kades. Suara desahan Sisi dan Feli kalah keras dengan desahan Umi.
Pak Bandrio yang duduk didepannya hanya bisa melongo, menunggu Pak Kades lengah. Rencananya sih nanti waktu Pak Kades lengah atau mabok kepayang Polisi Bertopi langsung mencari keterangan.
Pak Kades seolah lupa tentang apa yang dialaminya. Pikiranya melayang ke atap gentang. Rayuan manja tiga cewek tadi memang hebat. Tongkat baseball pun muncul diantara Sisi dan Feli.
“Aduuh pak ,,,ini apa….?”Tanya Sisi nakal sambil menunjuk tongkat baseballnya Pak Kades.
“Ooo…Ini Cucu saya…..Hobinya Diputer, Dijilat terus Dicelupin.”
“Kok pendek….?”Tanya Feli.
“Yang pentingkan besar….!”Pak Kades membuka resletingnya. Rasanya sudah banyak setan yang nemplok di tubuh Pak Kades.
Setelah resleting dibuka, Sisi dan Feli kaget…
“Waaaoooo…..!”teriak dua cewek tadi, sedangkan si Umi tetap asik memijat.
“Kerenkan, cucu saya…!”dengan bangga kata tersebut terlontar dari mulut Pak Kades.
“Kok, kayak kaleng susu?” Sisi heran.
“Kaleng susu gimana???”rasa bangga Pak Kades tadi hancur berkeping-keping.
“Pendek…. Bundar…. Besar…. dan Hitam….”kata Sisi pelan sambil mengamati dengan cermat cucu Pak Kades.
“Cucu Pak Kades ini jika dikasih gambar bendera pasti orang ngira susu bendera coklat.”ceplos Feli.
Pak Kades kecewa, sekarang keleng susu atau Cucunya Pak Kades jadi mengecil.
“Kok jadi kecil? Sekarang malah kayak pensil tumpul”Tanya Sisi.
Karena kecewa resleting pun dinaikkann kembali. Tapi tangan Feli mencegahnya, Cucu Pak Kades pun dielus-elus. Tak menunggu lama kaleng susu bendera coklat muncul kembali.
Pijatan Umi terhenti, Umi penasaran dengan apa yang dilihat Sisi dan Feli. Umi benjalan ke depan Pak Kades lalu melihat apa yang juga dilihat Sisi dan Feli.
“Astagaaa….. Tikuuuussss!!!”teriak Umi kaget, dan karena gerak reflek tangannya pun langsung menghantam Cucu Pak Kades.
BLUUUMMMM…… suara yang sangat mengglegar seperti bom Hirosima.
“AAAAAaaaa………”teriak Pak Kades
BLUUUMMM….. karena belum puas Umi pun memukul lagi sambil menyiram dengan minyak gosoknya..
“AAAAAAmmmmPuuuun…..”teriak Pak Kades sambil menutupi Cucunya dengan tangan. Sisi dan Feli langsung memegangi kedua tangan Umi.
Karena Umi masih belum merasa puas, untuk yang terakhirkalinya sepatu janggel yang menempel di kakinya kanannya ditendangkan ke Cucu Pak Kades.
PLLAAAKKK…… Pak Kades pun pingsan.
Pak Bandrio yang dari tadi melihat langsung menelpun ambulans. Perasaan kecewa timbul di benaknya, karena belum dapat satupun keterangan dari Pak Kades.
Setelah beberapa lama ambulan pun datang. Pak Kades yang masih pingsan di bopong ke mobil ambulan. Sirine ambulan dinyalakan, lalu bergegas menuju rumah sakit terdekat. Pak Bandrio mengikuti dengan mobil Polisi bersama Polisi yang lain.
Dua puluh menit perjalanan akhirnya ambulan dan mobil Polisi sampai tujuan. Pak Kades yang masih pingsan segera dikeluarkan lalu dibawa ke UGD.
Para Polisi berjaga di depan pintu UGD, dari jendela pintu terlihat para dokter sedang mengoprasi Pak Kades.
Oprasi berjalan setengah jam. Salah satu dokter keluar menemui Pak Bandrio.
“Gimana Dok?”Tanya Pak Bandrio.
“Gak papa kok Cuma patah separoh, sekarang sudah di Gip, mungkin dua-sampai tiga bulam sudah sembuh.”
“Tolong jangan diberi tahu pasien ya Dok.”]
Sepuluh menit kemudian Pak Kades dipindahkan ke rumah rawat inap. Pak Bandrio langsung menemuinya bersama tiga orang dokter.
“Gi mana pak rasanya.”Tanya Pak Bandrio.
“Seperti disunat lagi….”kata Pak Kades yang terlihat sangat kesakitan.
Pak Bandrio termenung sejenak, seolah ada yang dipikirkan.
“Sekarang saya tanya untuk yang terakhir kalinya. Apakah Bapak pelaku pencurian Matuka?”
“Tidak pak….!”Pak Kades ngeles,”Saya
“Tapi semua bukti mengarah kepada Bapak.”
“Pokoknya saya tidaaaak….!”teriak Pak Kades.
Pak Bandrio kembali terdim.
“Maaf pak…”kata Pak Bandrio seolah merasa bersalah sambil menundukan kepala.
“Memang ada apa pak…..”Pak Kades jadi penasaran.
“Kalau bapak tidak jujur maka Dokter-dokter ini akan segera mengamputasi Cucu bapak!!!”kata Pak Bandrio. Dokter-dokter yang ada di sampingnya segera mengeluarkan gunting besar seperti gunting tanaman.
Mendengar hal tersebut Pak Kades kaget dan langsung teriak. Dokter-dokter pun langsung mengikat tangan dan kaki Pak Kades. Pak Kades meronta-ronta terus.
“Kalau saya tidak ya tiadaaak, masak bukan pelaku harus ngakuuu….!”
“Tooooloooongggg saya di perkooosa…..!”teriak Pak Kades untuk mencari perhatian dari pihak luar.
Sekarang Para dokter mulai membuka Gip yang belum begitu mengeras.
“Ammmppuuunnnn….. !”teriak Pak Kades sambul nagis.
Ujung gunting di tempelkan ke Cucu Pak Kades. terlihat Pak Kades semakin meronta-ronta sambil teriak teriak.
Salah satu doter mulai menghitung mundur aksi pemotongan.
“Tigaaaa…”gunting di dekatkan.
“Duuuuaaaaa…”gunting dilebarkan.
“Stoooop….!”teriak Pak Kades yang berkeringat dingin untuk menghentikan proses pemotongan.”Baik saya akui perbuatan saya, tapi tolong jangan dipotong.”
“Nah gutu dong dari tadi.”kata Pak Bandrio.
Pak Kades menghirup napas dalam dalam.
“Saya memang pelakunya, tapi Matuka sudah tidak ditangan saya.”kata Pak Kades dengan tangan dan kaki terikat.
“Lalu Matuka sekarang dimana?”tanya Pak Bandrio lagi sambil menodong lagi cucunya Pak Kades.
“Saya jual ke gembong mafia Black-ear seharga dua ratus juta rupiah.”kata Pak Kades perlahan-lahan.
“Lalu mafia tersebut dimana?”
“Mereka sekarang ada di Jakarta, dan kurang lebih satu minggu lagi Matuka akan di kirim ke Cina.”
~~
Mendengar keterangan tersebut Pak Bandrio lansung menyuruh Polisi yang lain untuk menjaga ketat Pak Kades supaya tidak kabur. Kemudian Pak Bandrio bergegas kembali ke kantor Polisi.
Pak Bandrio pun segera melaporkan kasus tersebut ke Polda Metro Jaya. Tapi dari pihak Polda tidak begitu menggubrisnya karena Matuka belum tercatat sebagai benda bersejarah dan bentuknya pun belum ada yang mengetahuinya kecuali warga desa. Kemudian rencananya pun kasus tersebut akan ditutup oleh pihak Polda dan dijadikan kasus pencurian biasa karena pihak Polda tidak mau berurusan dengan mafia Black-ear. Mafia Black-ear adalah salah satu mafia terbesar di asia.
Tapi Pak Bandrio tetap menganggap kalau kasus itu adalah kasus yang besar, mengingat emas dua puluh empat karat yang sebesar marmut. Pak Bandrio tidak takut akan apa yang akan ia hadapinya nanti, yang jelas Pak Bandrio ingin menyelesaikan kasus tersebut.
Akhirnya Pak Bandrio minta izin untuk menyelesaikan kasus tersebut kepada Polda. Karena tekat yang kuat dari Pak Bandrio, maka pihak Polda pun menyerahkan kasus itu seutuhnya kepada Pak Bandrio.
~~
Satu hari kemudian
Pertama, yang boleh membantu Pak Bandrio maksimal 9 orang. Jadi ber-sepuluh bersama Pak Bandrio.
Kedua, jika kasus bisa terselesaikan dan menangkap Black-ear dalam jangka waktu satu minggu maka jabatan Pak Bandrio akan dijadikan Inspektur Polisi di Polda Metro Jaya, akan tetapi bila gagal maka akan dipecat secara tidak hormat, sedangkan yang membantunya bila berhasil akan dinaikkan jabatan satu diatasnya dan bila gagal akan dipecat atau dipenjara.
Ketiga, mulai besok ke-sepuluh orang yang bersangkutan tadi boleh langsung menjalankan tugas dan diberi nama AGEN RAHASIA 0007.
Terakhir, masing masing dapat beaya tugas satu juta. Jadi total sepuluh juta.
Mengetehui hal tersebut Pak Bandrio menjadi takut, seolah kasus tersebut menjadi taruhan jabatannya.
Jam menunjuk angka sepuluh pagi. Besok adalah hari pertama menjalankan kasus besar akan tetapi anggotanya pun belum terbentuk. Pak Bandrio lalu keluar menuju lapangan. Peluit dibunyikan Pak Bandrio sebagai tanda untuk berkumpul. Beberapa menit kemudian didepan Pak Bandrio sudah ada banyak Polisi yang berbaris dengan rapi, kira-kira delapan puluhan.
Pak Bandrio menawarkan tugas kepada para Polisi tadi untuk membantunya dalam kasus tersebut dengan segala konsekwensinya.
“Siapa yang akan ikut membantu saya!”teriak Pak Bandrio.
Para Polisi yang ada didepannya terdiam, malah ada yang berbisik bisik takut akan dipecat. Pak Bandrio menjadi tambah takut akan kasus yang akan diembannya. Maka Pak Bandrio menanyakan sekali lagi.
“Tolong angkat tangan, siapa yang ingin membantu saya!!!”teriak Pak Bandrio semakin keras.
Keadaan masih sama, para Polisi enggan membantu Pak Bandrio. Kemudian barisan dibubarkan kembali.
~~
Perasaan kecewa menyelimuti Pak Bandrio, anak buahnya yang dia percayai ternyata hanya bermental
“Senin, tanggal 24 Agustus 1998.”sambil merebahkan badannya disebuah meja.
Pak Bandrio pasrah tak tau lagi apa yang akan diperbuatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar