Buku dan Sapu (10)

kembali ke daftar isi

Kembali ke desa Pasungan. Desa yang dulunya tenang tanpa nggosip sekarang jadi biang gosip. Baru ditinggal Matuka tiga hari saja, banyak orang yang Gosip sana-sini, tak peduli itu laki-laki atau pun perempuan. Malah ada yang membentuk kelompok GADIS atau Gosip Asik Dari IndoneSia. Kelompok GADIS tadi sudah memiliki ijin resmi dari Pemda dan jam kerja.

Parjo, Paijo, dan Persi sekarang berdiri diujung jalan desanya. Sejauh mata memandang, yang terlihat hanya orang yang berkumpul untuk ngegosip seolah semua warga haus akan informasi dari pihak manapun. Parjo CS cemas melihat hal tersebut. Mereka ingin mencari Matuka kembali.

Parjo Cs berjalan menuju kuil Matuka mereka ingin menyusun rencana disana. Beberapa menit kemudian mereka sampai di tempat tujuan. Ruang sempit yang biasanya reme, bersih, dan nyaman sekarang berubah menjadi sepi, kotor, dan berdebu. Lalu Parjo Cs membersihkan tempat tersebut.

Sepuluh menit dihabiskan untuk membersihkan ruang kecil tadi. Sekarang mereka duduk saling berhadapan untuk menyusun rencana mengambil Matuka kembali.

“Gimana rencananya….?”tanya Parjo.

“ Gak tau……!”jawab Paijo dan Persi.

Dari satu pertanyaan dan jawaban tadi sudah cukup untuk membuktikan kalau mereka bertiga tidak mampu merebut kembali Matuka. Malah sekarang yang ada di benak mereka, apakah kalau Matuka kembali akan menjamin kembalinya desa yang anti gossip, soalnya mungkin warga sudah asik atau ketagian dengan hal itu.

Mereka bertiga semakin bingung.

“Kalau gitu kerja kita sia-sia dong?”kata Persi.

“Yang penting kan kita usaha, toh itu kan juga belum pasti.”kata Parjo.

“Betul, lagi pula kalau desa kita gak kembali kayak dulu, kita bisa jual Matuka di toko emas, kan emas itu mahal.”kata Paijo.

“Huuussss…. Jangan ngawur,,,!”kata Paijo dan Persi.

“Itu kan benda peninggalan jaman dahulu dan termasuk benda antic, mungkin kalau dijual dimusium lebih mahal.”tambah Parjo.

“Kalian berdua memang sama….”kata Persi.”tapi boleh juga itu, kita bisa kaya mendadak,heeee.”

Berkat percakapan tadi semangat mereka jadi memuncak. Ide cemerlang muncul di jidat-jidat mereka.

“Gimana kalau kita minta bentuan lagi ke Mbah Kastro.”ide Parjo.

“Siapa mbah Kastro itu?”tanya Persi.

“Orang Pintar….!”kata Parjo.

“Dukuun…”ceplos Paijo.

~~

Satu hari kemudian mereka bertiga bersiap untuk berangkat. Pagi 25 agustus yang cerah mengawali misi merebut Matuka. Perjalanan yang jauh dan melelahkan terulang kembali, bedanya ada Persi. Bagi Parjo itu adalah anugrah, pucuk dicinta ulam tiba. Tapi bagi Paijo itu sama seperti perjalanan yang dulu, waktu adalah uang. Itulah perbedaan mereka berdua.

Setengah perjalanan berjalan dengan mulus. Semua tampak masih segar padahal sudah satu jam berjalan. Parjo selalu memperhatikan Persi, dia heran kenapa bisa hebat kayak gitu. Malah kadang Persi menyuruh lari supaya cepat sampai. Apabila mereka bertiga jalan berdekatan seperti permen Blaser, belang hitam, putih dan hitam lagi

Setengah jam kemudian Parjo dan Paijo tampak lemas tetapi Persi masih segar. Parjo tidak mau memperlihatkan lelahnya kepada Persi karena malu. Dalam pikiran Parjo mungkin Persi juga lelah tapi dia tidak mau mengakuinya juga. Tapi Paijo seperti orang yang tersesat digurun pasir, rasa capek menghantuinya terus.

“Capek gak Per?”tanya Parjoi.

“Belum…”jawab Persi sambil jogging dengan mengangkat kaki tinggi-tinngi

“Gak usah malu, mau aku gendong?”tawaran mematikan Parjo.

“Trima kasih…”kata Persi.

“Kalau gitu gendong aku saja yaaa…”Ceplos Paijo yang memelas karena capek,”Istirahat dulu dehh….!”

Akhirnya mereka beristirahat dibawah pohon yang rindang disamping sungai. Jalan yang mereka tempuh masih 10Km lagi. Parjo dan Persi duduk berdua dibawah pohon sedangkan Paijo asik bermain di sungai.

Parjo masih heran dangan Persi, mengapa dia bisa hebat kayak gitu. Apakah gara-gara postur tubuhnya yang tinggi, putih, sexi, cantik dan montok atau karena persilangan Perancis Swis memang hebat hebat. Atau malah dulu dari Perancis Swis ke Indonesia jalan kaki. Semua itu bikin pusing Parjo dan semakin membuat penasaran.

“Apasih rahasianya supaya bisa kuat jalan gitu?”tanga Parjo.

“Ooo,,,ini sudah keturunan kok, dulu Papa saya Atlit lari di Perancis, sedangkan mama saya pendaki gunung salju di Swis.”jawab Persi.

“Tapi kenapa Perancis Swis tinggalnya di Indonesia?”tanya Parjo, karena pertanyaan itu yang ingin dia tanyakan dari pertama bertemu, tiga tahun yang lalu.

“Karena nenek saya tinggal disini, sekarang beliau sudah tua jadi tugas anaknya untuk menjaganya.”

Parjo semakin penasaran plus bingung.

“Ooo…nenek kamu tu orang jawa to?”

“Iya… tapi kakek saya dari Perancis.”

“Kalau yang dari Swis siapa?”tanya Parjo.

“Mama saya…”

Parjo masih asik ngobrol sama Persi sedangkan Paijo jadi obat nyamuk bakar di sungai.

~~

Lima belas menit berlalu dengan cepat. Perjalanan mereka dilanjutkan kembali. Matahari semakin panas dan membakar kulit mereka. Kulit Persi memerah sedangkan kulit Parjo dan Paijo menggosong.

Mereka berjalan bersama dan Persi berada di antara Parjo dan Paijo. Hubungan Parjo sama Persi semakin dekat seperti yang diinginkan Parjo. Parjo pun memberanikan diri untuk menggandeng Persi. Alhamdulillah, Persi tidak menolak. Parjo sangat menikmati tangan halusnya Persi, sedangkan Persi merasakan parutan ditangannya. Parjo berfikir kalau perasaan Persi sama dengan perasaan Parjo. Parjo serasa terbang sedangkan Paijo tenggelam. Tapi tak lama kemudian, Inna Illahi, Persi menggandeng tengan Paijo, jadi mereka bertiga bergandengan bersama. Paijo tak nyangka kalau itu bisa terjadi, sekarang Parjo tenggelam dan Paijo terbang.

Satu jam kemudian mereka sampai didesa Mbah Kastro. Dan mereka terkejut karena desa mbah Kastro sudah rata dengan tanah, seperti ada penggusuran.

“Kok rata?”Paijo heran.

“Iya….”kata Parjo dan Persi.

Kemudian mereka bertiga menghampiri salah satu warga yang sedang mencari barang-barang yang masih bisa dipakai.

“Permisi Pak, mau tanya. Kok desanya diratakan to?”tanya Persi.

“Iya ni dek, desa ini mau di buat waduk. Jadi diadakan Bedol Desa.”

“Lalu mau pindah kemana Pak?”tanya Persi.

“Rencana di desa sebelah, kira-kira 5 km dari sini.”

Kemudian Parjo memotong pembicaraan Persi dengan warga tadi.

“Maaf Pak, Tau Mbah Kastro?”

Warga desa tadi nengok kanan kiri,”Itu dia dek.”sambil menunjuk Mbah Kastro yang sedang mengobrak-abrik bekas rumahnya yang ambruk.

“Makasih ya pak.”kata mereka bertiga, kemudian lari menuju Mbah Kastro.

Mbah Kastro terlihat sibuk mencari sesuatu.

“Permisi mbah,,, masih ingat dengan kami to?”kata Parjo.

“Ooo…bocah-bocah yang bodoh dulu to, mau apa cari saya?”Mbah Kastro menghentikan pekerjaannya, lalu mengajak duduk di subuah bangku.

Parco Cs langsung menceritakan yang terjadi tanpa basa-basi. Lalu Mbah Kastro berdiri dari tempat duduknya.

“Sudah gitu tok?”kata Mbah.

“Iya…”kata Parjo Cs.

“Ya sudah…”Mbah meninggalkan mereka dan melanjutkan memilah-milah barang-barang rumahnya yang masih berguna.

Parjo Cs masih tetap duduk di bangku. Mereka bingung kok Mbah Kastro langsung meninggalkan mereka. Pikirnya Mbah Kastro sedang mencarikan sesuatu alat yang bisa membantu mencari Matuka.

Sepuluh menit kemudian… Mbah Kastro masih memilah-milah dan Parjo Cs tetap duduk dibangku.

Setengah jam kemudian… keadaan masih sama.

Empat puluh menit kemudian, Parjo Cs lelah menunggu. Mereka kembali menghampiri Mbah Kastro.

“Mbah, jadi mbantu kita gak?”tanya Paijo.

“Bantuin apa?”

“Bantu cari Matuka.”

“ Ooo… kalian itu minta bantuanku to, kirain Cuma curhat.”

Jawaban Mbah Kastro membuat sakit hati. Empat puluh menit menunggu sia-sia. Lalu Mbah Kastro mengajak Parjo Cs menuju barang-barang yang sudah dia pilah-pilah. Mbah Kastro mengambil sebuah buku kuno dan satu batang sapu.

“Munkin alat ini bisa membantu kalian.”kata Mbah Kastro

“Kok buku sama sapu?”Persi heran.

“Nanti kalian lama-lama akan mengerti sendiri. Yang terpenting utamakan menggunakan tenaga dan pikiranmu sendiri.”kata Mbah Kastro.”Oiya hampir lupa,,, kedua barang tadi harganya lima puluh ribu, dan bayarnya dimuka.”

Mendengar kata lima puluh ribu Parjo Cs langsung gemetar.

“Gak boleh kurang ya…?”tawar Paijo.

“Memangnya kurang berapa?”kata Mbah.

“Kurang banyak…”Paijo memelas.

“Gak punya duit to…”ejek mbah,”Ya sudah kalau gitu, aku cuma bercanda kok, yang penting kalau sudah selesai dikembalikan.”

“Oke mbah…”

~~

Mereka bertiga langsung pergi meninggalkan Mbah Kastro.

“Sekarang kita mau kemana?”tanya Paijo.

“Gak tau…”jawab yang lain.

Karena gak tau tujuannya maka mereka pun kembali lagi ke Mbah Kastro.

“Mbah kita harus kemana?”tanya Parjo.

“Mencari Matuka.”

“Kemanaaa…”tanyanya lagi.

“Temui Pak Bandrio di kantor Polisi Klaten”

“Terima kasih Mbah…”mereka bertiga meninggalkan lagi Mbah Kastro.

Jam dua siang mereka meninggalkan Mbah Kastro, kemudian lari menuju kantor polisi. Perjalanan jauh mereka lalui lagi, memang berat mencari Matuka itu. Setengah perjalanan dilalui, tapi kemudian Persi pingsan, disekeliling mereka tak ada rumah penduduk, yang ada hanya ilalang dan pepohonan yang tinggi. Parjo dan Paijo lalu membopongnya ke bawah pohon. Parjo menjaga Persi sedangkan Paijo memanjat pohon kelapa yang ada disampingnya.

Tak lama kemudian Paijo turun membawa tiga butir kelapa. Lalu Paijo mengupasnya dengan giginya, airnya pun langsung diminumkan ke Persi sedikit demi sedikit . Persi terlihat sangat lemas, untuk bicara saja tidak bisa karena belum sadar.

Parjo dan Paijo bingung akan apa yang harus mereka lakukan, karena tak tau apa penyebap Persi pingsan.

“Tanya rumput yang bergoyang tak menjawab, tanya langit tua tak mendengar.”kata Paijo.

“Kita tunggu saja sampai sadar.”kata Parjo.

Lima menit kemudian Persi sadar. Persi kaget karena dia berada di pangkuan Parjo. Persi masih lemas dia hanya bisa mengangkat kepalanya, jadi terpaksa tetap berada dipangkuan Parjo.

“Kamu kenapa?”tanya Parjo dengan manis.

“Aku laper… dari pagi kita belum makan.”kata Persi pelan.

Parjo dan Paijo baru sadar kalau mereka belum makan, tapi menurut Parjo dan Paijo itu hal yang biasa, malah biasanya mereka berdua makan dua hari sekali, dan busung lapar sudah kerap singgah di tubungnya. Tapi karena sering busung lapar akhirnya si-busung lapar kapok tinggal di tubuh mereka lagi. Persi yang manusia biasa tidak kuat dengan hal itu.

Kemudian Paijo mencari buah disekitar sedangkan Parjo masih tetap menjaga Persi.

Dibawah pohon yang rindang, disinari sinar matahari sore, memangku Persi adalah kesempurnaan bagi Parjo yang tiada tara.

“Jangan takut ya, Paijo pasti mendapatkan buah-buah yang segar kok.”kata Parjo sambil membelai rambut Persi.”Dan aku akan setia menjagamu disini.”

“Trima kasih…”kata Persi sambil menatap mata Parjo.

“Hubungan kita semakin dekat ya… padahal dulu kita ngomong saja satu bulan sekali, sekarang malah ada dipangkuanku.”

Persi tertawa kecil, seolah kembali mengingat masa lalu.

Tiba-tiba datang tiga orang membawa golok. Parjo pun langsung berdiri setelah merebahkan tubuh Persi di pohon. Parjo berdiri melindungi Persi sambil memegang sapu dari mbah kastro.

“Siapa kalian…”kata Parjo, walau pun sedikit gemetar, tapi dia tetap ingin melindungi Persi.

“Kami Preman disini, kalian telah memasuki wilayah kekuasaan kami!”bentak salah satu Preman.”Kalau ingin selamat serahkan harta benda kalian…”

Preman tadi berkata lumayan keras, mental Parjo jadi Down. Persi semakin tekut dan meragukan Parjo. Parjo berharap Paijo cepat datang karena Paijo lah yang pandai berkelahi.

Preman-preman tadi maju mendekat, Parjo tetap berdiri tidak bergerak. Preman pun semakin mendekat, getaran kaki Parjo semakin kencang, aroma pesing pun tercium, dan membuat Persi terpingsan lagi.

CLIIINGGG……Tiba-tiba sapu yang dipegang Parjo berubah menjadi Brem.

Preman tadi langsung berjalan mundur sambil mengangkat tangan mereka, golok mereka dijatuhkan. Mengetahui hal itu keberanian Parjo memuncak, langsung diangkatnya Brem tersebut dan diarah kan keatas.

DAR..DAR.DAR..DAAR… suara tembakan yang sangat keras diarahkan keatas. Preman pun langsung lari tunggang langgang.

Parjo sangat senang karena bisa melindungi Persi. Walaupun Persi tidak melihatnya. Brem diletakkan disamping Persi, Parjo segera membangunkannya.

“Lihatlah Per, premannya tadi telah berhasil aku usir.”kata Parjo dengan bangga.

“Kok bisa?”Persi heran karena yang dia ingan hanya waktu Parjo ngompol.

Parjo mengangkat Bremnya kembali dan diarangkan keatas.

“Berkat ini… sapu dari Mbah Kastro bisa berubah jadi Brem!”

Parjo langsung menembakak kembali Bremnya keatas.

DAR..DAR.DAR..DAAR… tujuh burung dara jatuh dikepala Parjo.. Parjo pun heran kenapa bisa kebetulan kayak gini. walaupun kepalanya sedikit pusing tapi Parjo senang karena nanti bisa makan enak.

Persi kagum dengan keahlian Parjo yang sangat jitu menembak.

“Wah hebat sekali….”kata Persi.

“Tentu dong,,, siapa dulu…. PARJO.”Parjo sambil menepuk dada.”Ni akan saya coba sekali lagi, pasti dapat lebih banyak…!”

DAR..DAR.DAR..DAAR… ternyata keberuntungan Parjo hanya sekali, sekarang yang jaluh dikepalanya tujuh belas butir kelapa. Parjo pun pingsan.

Dengan tubuh yang masih lemas, Persi berusaha untuk membangunkan Parjo. Lalu dia mengelus kepalanya dengan jari lembutnya.

Tak lama kemudian Paijo datang membawa mangga lima biji. Dia pun heran kenapa yang pingsan bisa gentian. Kemudian dia menanyakan kepada Persi tentang kejadian yang telah terjadi. Persi pun menceritakan tanpa ada yang dia sembunyikan.

“Alhamdulillah…!”Kata Paijo spontan.

“Kenapa?”tanya Persi, dia heran kenapa saudaranya pingsan malah bersyukur.

“Kita akan makan enak dengan tujuh dara dan 17 kelapa, plus lima mangga, tanpa Parjo.”kata Paijo gembira.”Sehat nanti kita….”

Mendengar kata tersebut Parjo bangun lalu memukul kepala Paijo.

PLAAAK…..

“Sialan lu… tega banget kamu ya….!”kata Parjo.

CPLAAKKK….. Persi menampar Parjo.

“Kamu juga sialaan… kamu pura-pura pingsan ya….”gertak Persi.

Ternyata kepala Parjo sangat ampuh terbukti dengan 17 kelapa yang mampir dikepalanya tak membuatnya pingsan. . Sapu yang tadi berubah jadi brem setelah lima menit kembali seperti semula dan tak bisa berubah-ubah lagi setelah setengah jam.

~~

Kegiatan masak-memasak dimulai. Mereka bertiga sibuk dengan pekerjaannya sendiri-sendiri. Parjo mencabuti bulu burung dara, Paijo mencari kayu bakar, sedangkan Persi yang membakar burungnya (burungnya itu maksudnya burung dara, Persi gak punya burung…).

Setelah semua matang, merekapun makan bersama-sama. Menunya dara bakar bumbu ala kadarnya dengan degan tembak.

Jam lima sore mereka selesai makan. Dua ekor burung dara bakar ala kadarnya gak kemakan, kemudian mereka bungkus dengan daun pisang untuk bekal selanjutnya. Setelah itu perjalanan kembali dilanjutkan Mereka menarjetkan satu jam untuk sampai disana, supaya tidak kemalaman. Lari marathon pun dimulai.

Satu jam kemudian mereka sampai di kantor Polisi tempat Pak Bandrio berada. Penarjetan yang sangat tepat, sekarang kira-kira jam tujuh malam. Tanpa basa-basi mereka langsung masuk pintu gerbang kantor Polisi, tapi dihentikan oleh penjaga yang ada di samping pintu gerbang.

“Mau kemana, dua bocah ingusan dan satu wanita cantik?”tanya penjaga.

“Ini pak, mau menemui Pak Bandrio.”kata Persi.

“Ya sudah masuk saja, tapi pengawalmu gak usah ikut masuk.”kata penjaga.

“Kami temannya pak, sembarangan kalau bilang itu!”gertak Parjo dan Paijo.

Mereka bertiga langsung masuk ke kantor Polisi. Kemudian mereka mencari ruangannya Pak Bandrio. Paijo bertanya kepada salah satu Polisi yang sedang lewat disitu.

“Permisi pak, ruangannya Pak Bandrio mana ya pak?”tanya Paijo.

“Lurus mentok, kemudian beluk kiri mentok, lalu kembali lagi kesini.”jawab Polisi.

“Trimakasih pak.”kata mereka bertiga.

Mereka bertiga langsung mengikuti petunjuk yang di katakana Polisi tadi. Jalan lurus terus sampai pentokan beluk kiri, terus sampai pentokan lagi, lalu kembali ketempat tadi. Lima menit mereka habiskan untuk kembali berdiri di tempat yang sama. Polisi tadi masih berdiri disitu.

“Nah itu ruangannya.”kata Polisi sambil menunjuk ruangan yang ada di samping kirnya.

“Trima kasih ya pak…”

Tanpa mengetuk pintu mereka bertiga langsung nyelonong masuk.

“Allahu Akbar….!”teriak mereka bertiga.

“Istighfar.. pak….!”tambah Paijo.

Mereka melihat Pak Bandrio yang sedang menenpelkan ujung pistolnya ke pelipis kanannya.

“Jangan mendekat…. Satu langkah mendekat, aku akan mematikkan pistolku ini!!!”teriak Pak Bandrio.

Mendengar larangan tersebut Parjo, Paijo, dan Persi langsung duduk, karena takut akan terjadi sesuatu.

“Bagus,,,!”kata Pak Bandrio yang ingin bunuh diri dengan pistolnya.

Parjo Cs yang masih duduk lama lama bosan, kemudian dua dara bakar yang dibungkus daun pisang tadi dibuka. Kemudian mereka bertiga memakannya.

“Apa yang kalian lakukan!”teriak Pak Bandrio.”Menghina saya ya…”

“Gak pak, cuma menghilankan kebosanan.”kata Paijo.”Mau coba gak pak?”

“Enak gak…?”tanya Pak Bandrio sambil menurunka sedikit pistolnya.

Seketika Paijo langsung mendekat untuk merebut postol tersebut.

DOOOOOORRRRRR………. Suara tembakan yang sangat keras terdengar dari pistol Pak Bandrio dan mengenai pelipis kanannya. Pak Bandrio jatuh tersungkur dibawah meja. Mendengar suara tersebut Polisi Polisi datang memasuki ruangan Pak Bandrio, lalu langsung memborgol Parjo Cs. Mereka bertiga diborgol dengan trails jendela supaya tidak bisa kabur. Dan para Polisi yang lain mengolah TKP. Tubuh Pak Bandrio pun tak ada yang disentuh.

“Apa yang terjadi disini?”tanya Polisi Kurus yang dulu.”Kalian yang membunuh Pak Bandrio ya?”

“Tidak pak, Pak Bandrio bunuh diri sediri kok.”kata Persi.

Polisi Gendut mendekat.

“Kenapa ada Dara bakar disini?”tanya Polisi Gendut sambil melahap dara bakar.”Beli dimana?”

“Masak sendiri pak.”jawab Persi.

“Pintar amat ya…. Enek banget lo…!”kata Polisi Gendut.

“DIIIAAAAM!!!!!”teriak Polisi Kurus,”Bukan saatnya ngomongin makanan, sekarang ada masalah yang sangat penting!”

Parjo Cs dan Polisi Gendut diam.

“Heh… kalian!”Polisi Kurus menunjuk Parjo Cs.”Ceritakan apa yang terjadi disini tadi!”

Parjo Cs pun menceritakan dengan panjang lebar dan sedetil-detilnya. Baru setengah menceritakan, para Polisi yang sedang mengolah TKP berteriak dan lari keluar dari ruangan.

“Seeeeettaaaan…..”

Tak lama kemudian telihat Pak Bandrio muncul dari bawah meja. Kemudian Polisi Kurus dan Gendut ikut lari, sedangkan Parjo Cs cuma bisa teriak-teriak. Karena salah satu tangannya masih diborgol dengan trails jendela.

“Seeettaannn….”teriak Parjo.

“Pergiiiii,,,,,,!”teriak Persi sambil melempari Pak Bandrio dengan Dara bakarnya tadi.

“Emmaaaakkkkkk………”teriak Paijo sambil menutup mata.

Pak Bandrio yang sudah bangun kemudian mengambil pistolnya lagi. Parjo Cs lalu angkat tangan.

“Pak jangan ajak kami Pak!”Kata Paijo.

“Iyaa,,, Pak saya belum nikah.”kata Persi.

“Betul Pak,,,, saya belum menikahi Persi.”kata Parjo.

PLAAAAK….. tamparan keras Persi mendarat di pipikanan Parjo.

Pak Bandrio yang tadi mengambil pistolnya kemudian menggaruk-garuk kepalanya.

“Aku lupa mengisi Pelurunya.”kata Pak Bandrio.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar