Setelah dari bandara mereka kembali ke asrama untuk merayakan keberhasilanya, pesta kecil-kecilan diadakan di asrama. Walaupun hanya berlima tapi cukup meriah.
Keesokkan harinya mereka dilantik jadi keluarga besar Polisi.
Pak Bandrio dilantik menjadi Inspektur Polisi dan dinasnya di Polda Metro Jaya. Sedangkan Surya, Martin, Persi dan Cu Wei dilantik menjadi perwira Polisi dan dinasnya juga sama di Polda Metro Jaya.
Kemudian mereka mendapat hadiah tambahan yaitu berlibur ke pulau Bali bersama keluarganya masing-masing.
Itu adalah penghargaan dan hadiah terbesar yang pernah mereka dapatkan. Apalagi Martin, dia mendapat pengalaman yang tak terlupakan saat sebelum dilantik. Dia disuruh untuk menyerukan proklamasi tanpa texs. Nama Martin dipanggil dari atas mimbar, martinpun berdiri dari tampat duduknya lalu menuju mimbar, tapi sebelum berdiri Martin mengatakan kepada Surya kalau dia taka pal texs proklamasi, Surya pun hanya menjawab tak apa-apa seingat kamu saja. Martin berdiri di mimbar, dia melihat ratusan Polisi yang pandangannya tertuju padanya. Grogi dan takut. Dengan tekat yang bulat Martin berkata,“PROKLAMASI!!!”, suaranya mirip banget Bung Karno. Kemudian dia diam sejenak seolah memikirkan sesuatu. Sesaat kamudian dia berkata dengan tegas lagi,”SATU KETUHANAN YANG MAHA ESA!!!”. Para hadirin pada bingung, apakah itu sikap warga Negara Indonesia sekarang yang sudah melupakan sejarah bangsanya.
~~
Sehari sesudah pelantikan mereka berlima pulang kekampungnya sambil membawa Matuka. Setelah sampai di Klaten, mereka berlima kemudian berjalan bersama menuju rumah mereka masing-masing dengan seragam Agen 0007 yang masih melekat erat ditubuhnya.
“Tin, kamu hebat bisa menangkap pimpinan Black-ear, padahal cuma sama Cu Wei.”kata Surya kepada Martin.
“Hebat dong siapa dulu.”Martin bangga.
“Kok bisa?”tanya Persi.
“Saat itu pimpinan Black-ear baru makan, lalu aku ubah sapu ajaib menjadi seekor sapi yang mencret,”kata Martin,”Kemudian sapi mendekatinya lalu ngluarin buanyak banget kotoran dipiringnya.”
“Lalu pimpinan Black-ear muntah-muntah dan pingsan, begitu juga aku.”tambah Cu Wei.
Mereka semua tertawa mendengar cerita tersebut.
“Lalu kamu Per, kok bisa panggil buanyak banget Polisi dari Polda?”tanya Pak Bandrio.
“Aku cuma salah pencet nomor telpun saja, rencananya sih mau telpun Surya, e malah Polda.”kata Persi.
Surya tersenyum malu, mendengar Persi perhatian kepadanya,
“Memang kenapa Telpun aku, kangen ya?”tanya Surya kepada Persi.
“Gak tuh, cuma mau ngingetin kalau kamu tu belum sikat gigi.”kata Persi,”Kasihan orang-orang yang ada didekatmu.”
~~
Kemudian Pak Bandrio berpisah dikantor Polisi Klaten.
“Sampai jumpa kembali anak-anak.”kata Pak Bandrio sambil melambaikan tangannya,”Kita bertemu dua hari ragi disini, lalu leha-leha di bali.”
“Oke pak!!”teriak Surya, Martin, Persi dan Cu Wei lalu berjalan menuju rumah Mbah Kastro untuk bertrima kasih sekaligus mengembalikan buku dan sapu ajaibnya.
Setelah dari rumah Mbah Kastro mereka langsung berjalan menuju kampungnya. Empat jam berjalan akhirnya mereka berempat sampai dijalan ujung kampong. Dari ujung jalan tersebut terlihat banyak warga yang sedang gotong-royong memperbaiki parit dipinggir jalan. Mereka berempat berdiri terpaku melihat kembali desa kesayangannya dengan warga yang ramah tamah.
“Parjo dan Paijo kembali….”teriak salah satu warga setelah melihat Surya dan Martin di ujung jalan.
Dari teriakan tersebut semua warga langsung melirik keujung jalan. Semua warga menghentikan kegiatan gotong royongnya.
Surya yang berdiri disamping Martin langsung mengambil Matuka yang ada didalam tasnya Martin. Surya langsung mengangkat tinggi-tinggi Matuka sambil teriak,
“MATUUKAA KEEMBALII……”
Warga langsung berlari menuju tempat Surya dan kawan-kawan berdiri.
“HOREE……!!!”teriak warga sambil berlari.
“AWAAASSSS…..”teriak Martin yang ngeri melihat semua warga berlari menuju dia sambil membawa alat-alat yang dipakai untuk gotong-royong, seperti : clurit, pacul dan linggis. Martin ketakutan karenanya, dan sebelum para warga sampai ditempatnya, Martin langsung mengeluarkan pistol dari tasnya,
DOOOORRR….. suara tembakan yang diarahkan keatas dan lansung membuat semua warga dari lari jadi tiarap. Surya, Persi dan Cu Wei melirik ke Martin,
“Kenapa kamu itu?”tanya Cu Wei heran.
“Kita mau diserang…”kata Martin sambil menurunkan pistol.
“Mana mungkin?”kata Surya sambil merebut pistol Martin,”Kamu dapat dari mana pistol ini?”
“Aku curi dari Pak Bandrio.”
Surya yang mendapatkan pistol dari Martin langsung memasukkan kembali kedalam tasnya,
“Maaf hanya kesalahan teknis…”kata Martin kepada para warga yang sedang tiarap.
Kemudian Matuka diangkat keatas oleh mereka berempat, dan teriak bersama-sama,
“MAATUUUKAAA……!!!”
Warga yang tiarap langsung bangun dan berlari lagi. Surya, Martin, Persi dan Cu Wei langsung diangkat dan dilempar-lemparkan, mereka berempat dilempar-lemparkan berulang-ulang kali dan Matuka dipegang erat oleh Martin. Perasaan senang dan bangga merasuki semua hati warga. Suara gemuruh teriakan gembira dari warga menambah suasana menjadi rame. Tak lama kemudian, Martin yang sedang dilempar-lempatkan dan yang membawa Matuka berteriak,
“MAATUUKAA TERJATUHHH…..”
Warga langsung berhenti melempar-lempar Surya CS, dan mencari Matuka yang jatuh ditanah. Surya CS pun terjatuh karena warga tak mau menangkapnya kembali setelah dilemparkan.
“Sekarang kita yang terjatuh….”kata Surya sambil memegangi pinggangnya.
Warga mengambil kembali Matuka lalu membantu Surya CS untuk berdiri,
“Kerja yang bagus nak…”kata salah satu warga.
Kemudian Matuka dibawa kekuilnya berame-rame. Sesudah meletakkan Matuka, Surya CS keluar dari kuil dan berdiri didepan pintu kuil,
“Kita berpisah disini ya.”kata Surya.
“Baik.”
Kemudian Persi mengajak Cu Wei untuk menginap dirumahnya, sedangkan Surya dan Martin langsung bejalan menuju rumah terindahnya.
Tak lama kemudian Surya dan Martin sampai disebuah rumah,
“Aku pulang….”teriak Surya dan Martin sambil mengetuk pintu.
Lalu dibukakan pintunya, keluarlah Mbok Ponah dari dalam rumah tersebut,
“Huss, rumah kamu itu yang situ.”kata Mbok Ponah sambil menunjuk rumah sampingnya.
“Maap Mbok, lama gak pulang rumahnya kok tukeran tempat.”kata Martin.
“Dari dulu ya gini, kamu aja yang bego.”kata Mbok Ponah.
Kemudian mereka berdua pulang kerumahnya.
Setelah kembalinya Matuka desa Pasungan kembali seperti semula yang anti ngegosip, karena itu sudah kebiasaan turun temurun dari nenek moyang. Kelompok GADIS dibubarkan dan ijin dari pemerintah dicabut.
~~
Dua hari kemudian, Surya, Martin, Persi dan Cu Wei berkumpul kembali di kuil Matuka, bersama Tiga orang tua Surya Martin dan dua orang tua Persi. Mereka siap menghampiri Pak Bandrio di kantor polisi untuk berlibur ke Bali.
Sembilan orang tersebut langsung berjalan menuju kantor Polisi Klaten. Disana Pak Bandrio sudah menunggu, dan dia mengajak satu istri dan tiga anaknya.
Perjalanan ke Bali pun dimulai, kelima belas orang tadi masuk dalam bis ber AC yang sudah disiapkan oleh armada JOSBUS dari Jakarta.
Satu hari kemudian mereka sampai di bali dan berhenti di pantai kute. Mereka semua turun dan bermain disitu.
Surya dan Persi.
Surya dan Persi sedang duduk berdua dibawah pohon kelapa, kemudian Surya menghirup napas panjang lalu mengeluarkan perlahan-lahan sambil memegangi dadanya.
“Apa kamu merasakan akan apa yang kurasakan?”
“Apa?”tanya Persi sambil menatap wajah Surya.
“Jantung yang berdetak keras saat bersama denganmu.”kata Surya.
Tanpa basa-basi seperti Surya, Persi langsung berkata,
“Aku Cinta Kamu…”kata Persi sambil mencium pipi kiri Surya.
“Sungguh?”
“Sungguh. Sekarang jiwa dan ragaku seutuhnya milikmu.”kata Persi.
Surya lansung berdiri, mengulurkan tangannya,
“Ayo kita bersenang senang, berenang dipantai.”ajak surya, lalu mereka berdua berlari untuk berenang.
Martin dan Cu Wei.
“Apa kamu pernah maen disini?”tanya Cu Wei.
“Pernah.”kata Martin sambil bermain air pantai disamping Cu Wei.
“Kapan?”
“Dulu sebelum ke musolla aku selelu mampir kesini.”
“Bo’ong,…”
“Ih… gak percaya ya…”kata Martin lalu menyirami Cu Wei dengan tangannya.
Martin terus-menerus menyirami Cu Wei, sedangkan Cu Wei tak melawan.
“Cukup Tin, aku nyerah.”kata Cu Wei sambil menutupi mukanya dengan tangan.
“Masak gitu aja nyerah!”kata Martin yang masih menyirami air ke Cu Wei.
“Aku nyerah.”
Martin menghentikan siramannya, lalu mendekati Cu Wei.
“Sudah kok.”kata Martin yang melihat Cu Wei masih menutupi mukanya.
“Kamu jahat,…”kata Cu Wei sambil memukuli pundak Martin.
Martin langsung memegangi kedua tangan Cu Wei,
“Ada apa?”tanya Cu Wei.
“Apa kamu lihat langit itu?”kata Martin sambil menunjuk langit.
“Aku lihat.”Cu Wei melihat keatas.
“Apa kamu ingat apa warnya?”
“Biru…”
“Coba lihatlah aku,”kata Martin, lalu Cu Wei menatap wajahnya,”Apa kamu ingat sesuatu?”
“Ya,..”kata Cu Wei,”Aku belum menjawab satu pertanyaan darimu.”
“Pertanyaan, maukah jadi pendampingku.”jelas Martin.
“Tapi umurku tiga tahun lebih tua dari kamu.”kata Cu Wei.
“Apalah arti umur dibandingkan cinta?”
Cu Wei terdiam sejenak,
“Aku bersedia mendampingimu”
“Ciiihuuuiiii…”teriak Martin lalu menyirami Cu Wei lagi.
~~
Setelah selesai berlibur mereka semua kembali kerumahnya masing-masing. Dua hari kemudian diadadakan pemilihan kepala desa untuk menggantikan bapaknya Michael, dan Pak Karjo Martoyo Suryadiningrat lah yang terpilih.
Satu minggu berlalu dengan cepat, dan itu saatnya Pak Bandrio, Surya, Martin, Persi dan Cu Wei pergi meninggalkan Klaten untuk bekerja di Jakarta seperti yang sudah ditetapkan Polda.
Pesta perpisahaan diadakan besar-besaran didesanya untuk mengantar kepergian mereka.
Dua tahun kemudian, Surya Persi dan Martin Cu Wei menikah bersama di Jakarta dan mengundang seluruh warga desa Pasungan.
THE END